Tuesday, July 20, 2004

Cerpen: Bagaimana Supaya Tidak Diculik Alien?

Sudah lama saya curiga kalau perempuan itu bukan berasal dari ras manusia. Sejak pertama kali bertemu dengannya, saya tahu ada yang sangat tidak manusiawi pada dirinya. Manusia tidak mungkin dapat menjadi secantik dia. Wajahnya serupawan alam dan tubuhnya seindah bintang-bintang. Bila ia berkata, suaranya seperti desahan sungai. Bila ia berjalan, bukan hanya lelaki saja yang matanya mengerling, tapi juga perempuan, anak kecil dan para binatang, tak dapat menahan malu untuk tidak kembali meliriknya sekali lagi saja.

Ia tinggal sendirian dan itu semakin memperkuat dugaan saya tentang dia. Dalam rumahnya yang besar, sama sekali ia tidak memiliki perabotan. Ia juga tidak makan, kecuali menghirup udara, itupun saya curiga apakah dia menghembusnya lewat lubang hidung ataukah hanya menyerapnya saja entah lewat lubang yang mana. Hal itu saya ketahui ketika saya dan teman-teman mengintipnya suatu malam.

Meski umur kami jauh berada di bawahnya, tapi perempuan itu selalu menjadi percakapan kami saat istirahat sekolah. Perempuan itu jarang keluar rumah, kecuali pada jam-jam tertentu saja. Pagi hari untuk belanja dan lari. Siang hari untuk menatap mentari, dan malam hari sebelum rembulan muncul di atas awan, dia biasa bersemedi sendirian. Segala keanehan itu tampak terlalu luar biasa. Tentu saja kami penasaran, itulah sebabnya kami selalu membagi tugas untuk memata-matainya.

Perempuan itu juga tak mempunyai sejarah. Menurut para tetangga, kedatangannya di tempat kami dimulai pada suatu malam ketika terjadi hujan meteor di langit sebelah barat, tahun 1965 tepatnya. Kata orang-orang pula, malam itu langit begitu terang, dengan mata telanjang setiap orang bisa melihat ratusan bintang jatuh berguguran, warnanya cerah dan menyilaukan. Anak muda jaman sekarang, mungkin akan memanjatkan ratusan permintaan saat melihat bintang jatuh, tapi orang-orang tua itu hanya bengong saja mengagumi langit malam yang benderang.

Saya kira, yang terjadi pada tahun 1965 itu pastinya adalah suatu hujan meteor periodik yang panjang. Katanya, lebih dari sepuluh menit meteor-meteor itu terlihat terus berguguran di langit malam, sampai sebuah letusan terdengar dari suatu tempat. Ketika orang berbondong menuju sumber suara, mereka menemukan seorang perempuan bermata kejora sedang menangis. Tak ada seorangpun yang mengenalnya.

Namanya Cattleya dan ia mengaku berasal dari suatu kota di Sumatera. Mencari famili di daerah Pati, tapi familinya tiada meski rumah dan alamatnya nyata. Nomor rumahnya 10, RTnya 10, RW-nya 1. Dan alamat itu adalah rumah besar, dua rumah terhalang dari rumah yang ditinggali keluarga saya.

Belakangan, ketika saya telah dewasa dan sadar, saya mengerti bahwa semua itu berhubungan. Perempuan itu tidak datang begitu saja, tapi ada yang ditujunya, sesuatu sedang dikerjakannya. Alamat rumah yang dicari perempuan itu berangka polindrom, 10101, suatu angka yang bila dibaca dari depan atau dari belakang, akan tetap terbaca sama. Dan itu tentu bukanlah sebuah peristiwa kebetulan. Angka tersebut pastilah suatu kode tertentu yang maksud dan artinya hanya perempuan itu yang tahu. Mungkin saja suatu kode untuk menomori misinya, mungkin juga suatu kode tentang siapa dirinya.

Sebelumnya, sepasang suami istri tinggal di rumah besar tersebut, namun sepekan tepat sebelum kedatangan Perempuan Cattleya, keduanya pergi meninggalkan kota. Lantas mereka menghilang, setelah itu, tak seorangpun tahu di mana suami-istri itu berada. Namun konon, kedua suami istri yang menghilang dan diakui Cattleya sebagai saudaranya tersebut, kerap bertingkah aneh. Mereka Sering melempari bunga dan menutup diri dari tetangga.

Singkat cerita, menetaplah Cattleya di sana, dan jadilah ia tetangga saya. Sepuluh tahun setelah kedatangan Cattleya, sayapun lahir. Ketika saya berumur tujuh tahun, perempuan tetangga saya itu telah sangat cantik di mata saya. Ketika saya menginjak remaja, wajahnya tidak berubah. Saat saya menatapnya, dalam pandangan saya, ia masih tetap saja terlihat seperti saat saya memandangnya ketika masih kanak. Demi Tuhan, manusia tak akan pernah ada yang seawet muda dia!

Tetangga saya, dosen di universitas terkemuka di kota kami, menjuluki Cattleya “Si Aprodhite�. Menurut Ibu dosen tersebut, kecantikan Cattelya betul-betul menyerupai gambaran Dewi Aprodhite, dewi kecantikan Yunani putri Zeus dari seorang dewi air yang bernama Dione. Konon, Aprodhite akan menjelma menjadi bidadari, perempuan-perempuan yang disediakan Tuhan bagi para lelaki beriman yang berhasil lolos dalam menghadapi ujian kehidupan. Katanya, dalam surga kelak, para Bidadari itu bermata seperti langit, berambut seperti emas, berkulit terang seperti sinar dan bersuara lembut serta menyejukkan laksana desah air sungai. Karena kulitnya yang transparan, konon bila mereka minum, manusia bisa melihat air yang diteguknya mengalir dari kerongkongan menuju badan.

Karena cerita Ibu dosen itu berulangkali saya dengar dari sejak saya masih kanak, ketika mulai bisa berpikir, saya jadinya sangat yakin kalau Cattleya memang bukan berasal dari ras manusia. Saya percaya, perempuan itu adalah mahluk asing. Kalaupun ia memang bidadari, tetap saja saya masukkan ia ke dalam ras bukan manusia. Bidadari ya bidadari, manusia ya manusia!

Setelah menjadi remaja, dari aneka bacaan yang saya konsumsi dan aneka film yang terserak di bioskop dan televisi, saya menduga keras bahwa perempuan itu pastilah sejenis alien yang ditempatkan diantara manusia dan bertugas untuk memata-matai kehidupan di bumi kita. Perempuan itu beberapa kali saya pergoki tengah mengamat-amati anak kecil dan terlihat sangat kagum dengan tumbuh-tumbuhan. Seperti sedang meneliti, ia pun kerap mengorek-ngorek isi tanah dan mengendus-endus pada apa saja yang ditemuinya. Dalam gelap malam, tetangga-tetangga sering bercerita kerap mereka melihat Cattleya tengah berbicara dengan kucing dan anjing, dengan sinar lilin dan dan pijar bohlam. Ia pun kerap menghilang padahal tak seorangpun melihatnya keluar dari rumah besar.

Ketika semua dugaan saya tersebut diutarakan, teman-teman SMU saya seluruhnya menertawakan. Sebagian dari mereka bilang saya sinting, sebagian dari mereka menuduh saya telah gila karena saya sebetulnya telah jatuh cinta pada perempuan Cattleya. Tentu saja beberapa kali saya pernah membantahnya, tapi mereka tetap saja menertawakan saya. Saya akhirnya menyerah, setiap kali saya katakan fakta-fakta baru tentang keanehan Cattleya, teman-teman saya terus menertawakan, tapi saya hanya diam saja, tidak bisa marah.

* * *

Alien datang dari balik keremangan ruang dan waktu, menyergap tiba-tiba, berubah wujud tanpa bisa di duga, menculik spesies manusia satu persatu sampai kelak semuanya terangkut dari dunia dan hilang meniada. Yang mereka inginkan hanya satu: memperkosa pikiran. Supaya bisa menjauhkan manusia dari dirinya sendiri, dari jiwa yang dimilikinya.

Konon ketika jiwa menjauh dari dirinya, ia akan tersesat, ingatan pada segala yang nyata yang dipercaya sebelumnya akan terbendung. Saat hubungan pada masa lalu tersumbat, dengan mudah manusia akan mengikuti apa yang dimauinya. Dengan kata lain, alien bermaksud mematikan kesadaran manusia akan kemanusiaannya. Apa jadinya bila manusia sudah tak sadar bahwa dirinya manusia? Hiiiiiii, betapa mengerikan!

Itulah sebabnya ketika saya telah dewasa dan berada jauh dari rumah, sebisa mungkin saya tidak pernah sendirian. Saya selalu menghindari kesepian. Pada malam hari saya pergi ke tempat-tempat ramai, ke dunia yang tak pernah berhenti bergemerlapan. Saya goyangkan tubuh saya, saya gerak-gerakkan kepala saya. Maksudnya satu, agar saya tetap sadar dan dapat tetap menguasai diri saya sepenuhnya. Tapi sungguh! Meski musik bergema begitu keras dan saya telah berusaha untuk selalu sadar dan tidak sendirian, saya tahu Cattleya selalu mengawasi saya di sana, di pojokan yang remang-remang.

Sejak saya betul-betul yakin bahwa perempuan tetangga saya itu adalah sejenis mahluk asing, Cattleya jadi semakin sering mendatangi saya. Setiap malam ketika gelap telah benar-benar pekat, ia berkeliaran, mencoba menjauhkan saya dari keramaian agar ia mempunyai kesempatan untuk mendekati saya. Cattleya sering merubah dirinya, tapi saya selalu berhasil mengecohnya.

Dengan sayapnya yang lebar saya sering saksikan Cattleya bergentayangan diantara angin dan deru malam. Saya yakin, pastinya perempuan itu mengintai dan mengamati saya. Mahluk asing ‘kan biasanya tidak mau bila keberadaannya diketahui banyak orang, itulah sebabnya jika ia tahu ada seorang yang mencurigai keberadaannya ia akan terus menguntit, mengawasi orang tersebut, selalu berada dimanapun orang itu ada. Ya! Saya yakin Ia pasti berniat untuk menculik saya!

Dari buku-buku yang saya baca, konon setelah seorang manusia dikunjungi alien, ia tak akan dapat mengingat apa yang telah terjadi padanya. Beberapa dari manusia dengan pikiran kuat akan mengingat pengalaman bertemu mahluk asing, namun ingatan itu akan samar dan terasa seperti sebuah mimpi aneh yang terasa sangat nyata. Kebanyakan yang lainnya mengalami pertemuan dengan para mahluk yang tidak dikenal itu sebagai suatu “missing time� atau saat yang hilang, sehingga waktu terasa terkorupsi menggelosor begitu saja, bumi terasa berputar lebih cepat dari biasanya, dan mereka tak tahu apa yang mereka lakukan pada waktu yang hilang itu.

Dan ketika Johan, teman kuliah yang satu kontrakan dengan saya mengatakan belakangan dia sering melihat saya berduaan dengan seorang perempuan yang sangat rupawan, saya luar biasa kaget. Bukankah kerjaan saya belakangan hanya kelayapan sendirian di pub-pub yang ramai? Bukankah yang saya lakukan belakangan adalah terus-terusan menonton film secara marathon?

Oh ya, selain tempat ajojing, boleh percaya boleh tidak, saya punya teori tentang bioskop sebagai salah satu tempat untuk bersembunyi dari Alien. Bioskop adalah tempat yang ramai dan saya tidak mungkin akan seorang diri menyaksikan film yang sedang diputar. Bila aliran waktu berhenti karena mahluk asing ingin menculik saya, otomatis film yang diputarpun akan berhenti, atau setidaknya tersendat. Dan saat perhentian waktu terjadi tentunya yang akan merasakannya bukan hanya saya. Dengan demikian, justru si alienlah yang akan kalah secara strategi, karena justru keberadaannyalah yang akan diketahui. Dan Itulah sebabnya kenapa belakangan saya selalu menonton, ajojing, dan terus-terusan berusaha untuk tetap berada dalam keriuhan.

Namun pertanyaan Johan barusan benar-benar tidak masuk akal. Siapakah dia perempuan berwajah rupawan? Adakah yang lain selain Cattleya yang sering memata-matai saya? Betulkah kami sering terlihat berduaan? Kapan? Shit!!! Sungguhkah saya masih bisa kecolongan? Diculik alien tanpa saya sadar?

Sejak saat itu saya ganti strategi, daripada terus khawatir dan ketakutan, saya telah berniat untuk memberanikan diri. Ketika malam datang, saya semai garam dan mengalungkan puluhan bawang putih di badan. Konon, garam dan bawang mempunyai kekuatan magis untuk mengundang mahluk-mahluk yang bisa menampak dan kadang tak kelihatan. Dalam dingin malam saya kerap bertelanjang, sendirian sambil memandang bintang. Berharap Cattleya datang dan menceritakan asal-usulnya serta mengapa ia masih mengejar saya. Apa yang dimauinya dari saya?

Saya tahu orang-orang mengatai saya gila, mereka juga dengan terkekeh kerap meledek saya sebagai alien. Saat melewati saya, dengan sengaja mereka ngobrol kencang-kencang, berharap saya bisa mendengar. “Hanya mahluk asing yang aneh yang dapat mengenal mahluk asing aneh lainnya�, begitu mereka berucap. Ada juga yang langsung mendatangi saya, dan dengan mata tajam menanyakan, “Sudah ketemu aliennya? Semalam pesawat UFOnya kita lempari batu, lho! Sekarang dua orang alien sedang dirawat di rumah sakit. Minta banyak valium mereka, di luar bumi susah tidur katanya. Kayak kamu! Mau ikut nengok?� Dan teman-temannya tertawa meningkahi ulahnya.

Tapi semakin hari mereka semakin tak perduli, saya juga sama, dari awal sudah tak perduli pada mereka. Toh mereka tak tahu, saya begitu justru untuk menyelamatkan mereka juga. Saya tidak mau ada manusia yang diculik Alien. Mereka yang memandang aneh pada saya, menurut saya justru aneh dan menakjubkan. Bagaimana bisa mereka tidak sadar, padahal setiap hari mahluk-mahluk asing itu semakin bertambah saja jumlahnya, bergentayangan mencari siapa saja yang bisa mereka bawa lari untuk dijadikan objek eksperimental. Mereka terobsesi untuk menjadikan manusia sebagai alat observasi, seperti para dokter menggunakan tikus sebagai tester untuk setiap produk yang mereka bikin. Mana saya sudi!

Tapi menyebalkan! Sejak saya berganti strategi dalam menyiasati supaya tidak dibawa keluar dari bumi, Cattleya secara terang-terangan tak pernah lagi saya lihat bergentayangan di langit malam. Setelah ditantang dengan cara begitu, Cattleya kelihatan sering tertawa-tawa tapi dari kejauhan, ia tidak lagi berani mendekati saya. Saya sendiri tak tahu apa yang ada di pikirannya. Mungkin saja dia bahagia karena meski tanpa dia culik atau paksa, orang-orang kini telah menganggap saya bagian dari ras Catlleya, bagian dari alien yang nota bene adalah bukan keluarga manusia. Keenakan sekali dia!
Tapi tentu hal itu tak membuat saya tenang. Biar bagaimanapun saya tidak memikirkan diri saya sendiri saja. Tak apa lah saya dianggap nyeleneh dan gila, yang penting, saya harus terus memikirkan cara terbaik untuk menyelamatkan umat manusia.

Sejujurnya, mengemban misi ini sangat melelahkan, karena para manusia itu kebanyakan tidak peka akan ancaman. Padahal setiap hari saya terus merasa khawatir dan tertekan. Di bumi, para alien itu terus saja merencanakan aneka strategi. Dari mulai merancang senjata nuklir yang paling mutakhir sebagai senjata jahat untuk memusnahkan ras manusia dalam sekali tempa, sampai dengan gagasan untuk menciptakan sistem supaya manusia dengan cepat melupakan kemanusiaannya dan bersegara untuk bersekutu dengan mereka. Dan kalian harus percaya, mereka kini sedang berusaha keras untuk mewujudkan semua itu.

Belakangan ini tanggung jawab saya menjadi lebih besar, kekhawatiran saya sekarang sebagian sudah terbuktikan. Di bumi ini kini tengah terjadi perang besar! Manusia sekarang sudah pada dirampok rasio dan nuraninya. Meski wujudnya masih tetap manusia, tapi mereka telah kehilangan kesadaran akan kemanusiaannya. Kekuatan alien kini telah mulai mengambil alih dirinya.

Oleh sebab itu, entah sampai kapan saya akan terus begini. Meski banyak diketawakan, saya akan tetap menjadi jagoan dan pahlawan, menjaga ras manusia dari penculikan oleh mahluk luar angkasa. Oh ya, adakah yang berminat menemani saya menjadi relawan untuk menjaga kemanusiaan? Caranya mudah, cuma berusahalah untuk terus memakai akal dan nurani saja****




Dimuat dalam antologi cerpen: Yang Dibalut Lumut
____________________
Untuk mereka yang di luar sana...
see you there


0 Comments:

Post a Comment

<< Home