Saturday, July 16, 2005

O R I G I N S

O r i g i n s
Cerpen Ucu Agustin


Kisah ini telah kutitipkan pada batu, telah kubisikkan pada nyala lampu. Dan aku hampir saja lupa cerita kalau kau tidak mengajakku menatap larik langit pada senja menjelang petang, sesaat setelah hujan.

Tak ada pelangi, ucapmu. Dan kubilang, Helios tugasnya telah usai. Sebentar lagi malam. Matahari di genggamannya telah ia pindahkan dari jantung langit di atas kita, dia sematkan lagi pada pojokan lain sisi langit di seberang bumi tempat kita berada. Wajar bila warna warni seusai hujan itu tak kelihatan.

Tapi kau ngotot, menurutmu pelangi adalah pemberian dari Yahweh untuk Musa. Diberikan sebagai hadiah saat Sang Nabi berhasil melalui beberapa ujian penuh kepedihan. Yahweh ingin menghibur manusia terpilihnya. Ia gantungkan warna ceria di atas langit. Bila Musa dan umatnya bersedih, mereka bisa langsung bertengadah dan tahu, bahwa akan ada suka cita selepas segala lara. Aku tersenyum mendengar dalihmu. Mirip argumen orang gereja waktu terhina atas dalil Galileo. Bumi itu bulat tidak datar. Pelangi itu muncul karena hukum alam. Hadir bila zat cair tertimpa spectrum cahaya di udara?

Tapi kau ngotot dan aku cuma tertawa.

Lantas kita berdalih tentang lebih banyak hal lagi. Dan kau pun bertanya tentang langit dan pendapatku. Tentang apakah hanya kita saja mahluk cerdas yang mendiami galaksi ini. Tentang mengapa bintang begitu banyak. Benarkah blackhole melahap setiap cahaya dari semua bintang yang berada atau melintas di dekatnya?

?Apakah Ibu punya pengalaman pribadi tentang segala sesuatu yang berbau luar angkasa?? Wajahnya menatapku penasaran. Dan aku menemukan Origins di mata itu.

Oh, Origins ...

Maka kuceritakan padanya tentang kita. Dan dia menganggakan mulutnya sepanjang aku bercerita?

* * *


Ketika malam menyemak dan yang tersisa tinggal lelah yang mengurap, aku pernah bertemu dengan salah satu dari mereka: Origins. Penghuni Jupiter.

Waktu itu ia bertengger di atas pohon kelapa. Dulu, luar pagar rumahku memang rimbun dengan pepohonan besar-besar. Aneh juga bagaimana sampai bisa tumbuh pohon kelapa menjulang di antaranya.

Aku menyaksikannya dari teras beranda. Awalnya aku tak percaya. Tapi benar, dia terbang. Mendatangiku tanpa sayap. Lantas menghujaniku dengan senyumnya yang senyap.

Tidak! Tentu saja tidak!

Kepalanya tidak bundar seperti mahluk E.T yang dibuat Steven Spielbergh dalam filmnya. Tangannya tidak panjang seperti bentuk tubuh alien yang ada di Film X-File atau mahluk asing luar angkasa di film The Sign yang dikreasi oleh sutradara Hollywood berdarah India, Night Shamalan. Tidak, ia tidak memiliki bentuk tubuh alien yang biasa dipersepsikan orang kebanyakan.

Dia sepertinya juga bukan berasal dari ras alien Lyra. Dan dari jenis kulit serta besar badannya, sepertinya dia juga bukanlah sejenis alien yang berasal dari ras Vega. Tidak! Selain tubuhnya yang lebih jangkung dari aku, dia sama seperti kita. Tangannya dua. Pelipisnya satu. Mulutnya satu. Berdagu. Dan yang jelas ia memiliki hidung dan dua buah biji mata. Tapi sungguh, dia mengaku tinggal di planet Jupiter dan pernah pergi ke surga...

Aku tertawa, lantas kutawarkan teh hangat dan kuajak dia bercakap di beranda. Tapi ia memintaku menatap ke arah atap. Dan tiba-tiba kami telah begitu saja berada di sana. ?Flop!? Begitu saja kami telah duduk berdua di antara suluran genting-genting. Disiram nuansa kelam malam. Saling tertawa seolah kami telah berteman sejak lama. Tak ada bintang di angkasa.

Menyambung pembicaraan sebelumnya, penasaran, kutanyakan di mana letak surga? Suatu hari bila memang lelaki yang berada di hadapanku tidak bercanda, aku ingin menelusuri jejak rutenya. Tak harus melalui agama tapi langsung saja dari berita yang dia bawa. Aku ingin mendapat petanya. Dan tentu saja kalau kabar tentang surga telah kudapat dan arah jalannya telah kutahu, kelak akan kusiapkan segala perlengkapannya. Dalam benakku saat itu, aku membayangkan menjelma jadi tokoh jagoan. Seperti seorang lelaki yang kepalanya dilengkapi aksesori topi cowboy, menjelajah mencari harta karun, di sebuah film tentang sebuah dunia yang hilang.

Bila harta karun bisa diburu melalui petunjuk peta, mengapa bagi surga tidak berlaku hal yang sama? Aku ingin tahu bagaimana rasanya jadi penghuni surga, indahkah? Bagaimana rupa bidadari? Apakah juga tersisa bagiku bidadari lelaki yang perkasa? Lembut jenaka dan mampu membuat aku selalu tertawa? Aku ingin terpingkal, tetapi langsung tersadar. Suatu tengat di antara terlena dan jaga yang jarang aku punya.

Namun dalam luapan keingin-tahuanku yang besar, dia menyentuh tanganku. Berbisik lembut di telingaku. Katanya, di surga sama saja. Meski indah tapi semuanya terlalu mudah. Aku menghela nafas, dia rupanya tak suka kehidupan yang teramat menyenangkan. Dia salah satu penghuni galaksi yang juga butuh penderitaan.

Dalam hitungan menit aku merasa menjadi begitu dekat dengannya. Aku merasa mendapat teman. Dalam berbagai cara, entah mengapa aku selalu berpikiran sama. Kebahagiaan sepertinya bukanlah teman yang selalu menyenangkan. Aku butuh hidangan lain, sebuah menu yang lengkap dengan makanan bernama sup penderitaan.

Dan kami pun lantas menjadi demikian akrab. Aku merebahkan kepala di pundaknya dan dia menatap langit yang tak kelihatan. Dia juga bercerita tentang perasaannya. Hal yang membuatnya datang jauh-jauh dari luar galaksi.

Ada sebuah kegelisahan, akunya. Telah bersemayam lama di benaknya.

Ia bertanya tentang benarkah manusia merasa hanya umatnya saja mahluk paling cerdas di semesta? Untuk apakah sebenarnya para ilmuwan berusaha mencari bentuk kehidupan cerdas di luar bumi? Untuk berkompetisi? Dipelajari? Atau hanya sekedar ingin tahu bahwa penghuni semesta bukan manusia sendiri? Apa yang akan dilakukan bila mahluk-mahluk asing itu benar-benar ada? Bagaimana kalau pencarian mereka hanya sia-sia semata?

Aku terdiam, itu pertanyaan terjanggal yang pernah kudengar. Mengingatkanku pada sebuah berita di Koran. Dalam setahun, Badan Penerbangan dan Antariksa Nasional Amerika (NASA) bisa menghabiskan dana yang bisa digunakan untuk memberi makan seluruh rakyat somalia yang kelaparan. Proyek pengembangan interferometer infra merah. Alasannya, teleskop tradisional dan teleskop angkasa Huble belum dapat membantu pencarian mahluk Extra Terrestrial. Cahaya bintang-bintang menghalangi planet-planet yang mengorbit di dekat bintang-bintang tersebut. Bagaimana kalau pencarian mereka hanya sia-sia semata?

Lelaki itu menatapku, aku berbalik menatapnya, ?Bagaimana menurutmu??

Lelaki di hadapanku tak menjawab. Ia hanya mengulurkan tangan kanannya ke arah tanganku. Memegangnya lama dan tiba-tiba mengangkat tangan kami yang berjalinan kearah angkasa.

?Jentikkan tangan kirimu,? perintahnya.

Aku mengernyitkan dahiku bingung tapi tak urung kulakukan apa yang dimintanya. Saat bunyi jentik jariku usai, suatu benda yang begitu besar tiba-tiba kulihat menggantung melayang. Mengambang tak jauh dari genting-genting rumah tetanggaku yang berdempetan. Benda itu bercahaya, berbentuk segitiga. Lampu-lampu sorot berukuran besar yang sebelumnya belum pernah kulihat, seperti mendelik mengeluarkan sinar yang menyilaukan. Sama sekali tak terdengar bunyi deru mesin meski pesawat itu terlihat ?menyala?. Seseorang pasti mengoperasikannya di dalam sana.

Aku kesilauan. Tangan kiriku kunaikkan di atas pelipis. Melindungi mata. Tangan kananku masih erat dalam genggaman lelaki yang baru kukenal dalam hitungan jam.


* * *


Bisakah kau terima kenyataan itu?
Awalnya aku sendiri tak mampu. Tapi harus bilang bagaimana lagi?
Aku diperkosa Alien!
Dan kau adalah manusia hybrid, hasil persilangan hubungan itu.

Kau bukan sekedar mengangga saat rahasia itu akhirnya kubuka. Kau tak mampu berkata-kata! Mulutmu kau katupkan dan suara nafas berat terdengar menghembus lama? Berkali-kali. Berkali-kali?.

?Teruskan Bu?? Ucapmu akhirnya. Lemas. Tapi kutahu pikiranmu mulai bertanya-tanya, apakah ceritaku nyata ataukah cuma karangan belaka. Kutahu Kau setengah tak percaya.

Origins dari Jupiter, mengaku tersesat. Ia dan pesawatnya terdorong oleh distorsi medan gravitasi. Telah berusaha mengubah graviasi menjadi energi yang bisa digunakannya untuk kembali terbang pulang. Tapi ia butuh waktu untuk tinggal sementara. Sembari memperbaiki pesawatnya yang rusak, ia coba mengakrabi bumi. Akulah manusia perempuan pertama yang dilihatnya.

Kau mulai tersenyum mendengar bagian itu. Terdengar seperti kisah-kisah sains fiction di TV, ya? Dan kau terus saja tersenyum saat kubilang kalau Origins, seperti juga mahluk luar angkasa lainnya hanya menggunakan tubuh manusia sebagai stasiun saja. Tempat singgah untuk sementara. Aku tak mengenal Ayahmu, sesungguhnya?

Ya, aku hanya bertemu dengan Origins sekali saja. Dan malam setelah aku menjentikkan jari tangan, kami memasuki pesawat miliknya. Begitu luas. Begitu menyenangkan. Begitu terang. Dan kami berciuman. Terus berciuman? Aku tak sadar apalagi yang seterusnya kami lakukan. Aku hanya tahu, bahwa Mang Dimin, pembantu di rumah kakekmu, Ayahku, berteriak begitu ribut. Mengabari kalau dia telah menemukanku.

Aku hilang dua hari dua malam? Hari masih pagi saat aku ditemukan. Aku terbaring di atas genting.

Lantas aku hamil. Kakekmu menjadi begitu ribut. Setiap hari menanyaiku siapa bapak dari janinku. Dan aku hanya bisa menunjuk angkasa. Tentu saja seperti kau, ia juga tak percaya. Nenekmu berhenti bicara padaku, tapi berkali-kali kubilang kalau aku tak pernah berzinah. Maksiatkah hukumnya bila bersetubuh dengan mahluk angkasa luar? Lagi pula aku tak sadar bagaimana cara terjadinya?

Lalu berita itu kubaca. Tertulis, kebanyakan planet ekstrasolar berada terlalu dekat atau terlalu jauh dari bintang induknya. Sehingga suhunya terlalu panas atau terlalu dingin. Dan menurut anggapan para ilmuwan, kondisi itu tidak membuka peluang bagi adanya kehidupan. Itulah salah satu alasan dari dugaan mengapa selama ini para pemburu kehidupan mahluk angkasa luar belum menemukan kontak dengan kehidupan di luar sana. Namun hal itu tidak berlaku pada planet-planet yang terletak dalam habitable zone dari pusat tata surya. Sebagaimana bumi kita, planet-planet itu memiliki temperatur yang memungkinkan adanya air dalam bentuk cair. Memungkinkan adanya kehidupan. Dan dilaporkan, sedikitnya SETI** menerima enam pesan suara dari angkasa luar dalam lima belas tahun terakhir.***

Tentu saja aku senang membaca berita itu. Berharap salah satu pesan suara itu adalah dari Origins, untuk kita.

Sejak saat itu, setiap malam aku menatap langit, mencari Jupiter dan tahu kalau ayahmu bisa memandang kita dan mengawasimu dari atas sana? Melihatmu bertambah besar setiap harinya.

Dan kau memang luar biasa. Tak henti bikin aku kagum sekaligus heran. Kau memiliki indra ke-enam. Kau bisa menyembuhkan orang. Dan kau hanya senyum-senyum saja saat kebenaran aku ceritakan. Apa yang terjadi denganmu? Sungguhkah pada akhirnya kau bisa begitu tenang menerima kenyataan tentang Ayahmu? Tentang siapa sebenarnya dirimu?

Nak, Kau adalah Manusia hybrid?

?Sudahlah Bu, hari telah malam. Ayo kita masuk ke dalam rumah, sekarang.? Kau menuntunku. Aku tersenyum haru. Aku takjub melihat kedewasaanmu.

Namun di ujung koridor menuju pintu, kau tiba-tiba menghentikan langkahmu. Mengucap hal yang tak kuduga akan keluar dari mulutmu, ?Aku menghargaimu, Ibu. Bila kau ingin menyimpan sendiri rahasia tentang Ayah, aku tak keberatan. Sejak saat ini, aku tak akan pernah bertanya apa-apa lagi tentangnya?? Dan kulihat tatapan duka di matamu. Seperti tatapan duka mata Origins saat ia bercerita tentang kegelisahannya.

Ah Nak, kau tak percaya padaku?***


_______________________
Catatan:

*Origins adalah nama sebuah program Badan Penerbangan dan Antariksa Nasional AS (NASA) untuk sebuah teleskop yang dibuat dengan memakai sistem interferometer. Sistem dengan gelombang radio, infra merah dan optikal yang dikumpulkan oleh sekolompok teleskop kombinasi terpisah dan terjalin. Diproses komputer untuk mendapatkan rincian citra sumber gelombang. Karena ukurannya yang besar, teleskop ini dirakit di luar angkasa dan disebarkan ke sekitar planet Jupiter yang berjarak 733 kilometer dari matahari.

** Search for Extra Terrsetrial Inteligen. Berbasis di California.

*** Dengan bantuan superkomputer, teleskop radio bisa sekaligus merekam jutaan sinyal pada jutaan saluran penangkap gelombang yang ada. Proyek pencarian peradaban angkasa luar ini digagas SETI dengan menyebarkan teleskop untuk menangkap gelombang radio. Daerah sebaran, dari observatorium di gurun Mojave, California, hingga laut basah Puerto Rico. Sekitar dua milyar saluran siap menampung gelombangberfrekuensi antara 1.000 megahertz. Sementara komputer akan mencari 15 juta saluran tiap detik untuk mencari sinyal-sinyal inteligen.

(sumber diambil dari Majalah Info UFO dan mailing list BETA-UFO)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home